Kantor Bahasa Provinsi Banten melalui tim kerja Pelindungan dan Pemodernan melaksanakan kegiatan Pengambilan Data dan Diskusi Terpumpun (DKT) Peta Kebinekaan di Desa Angsana, Kecamatan Angsana, Kabupaten Pandeglang. Kegiatan yang berlangsung pada Kamis hingga Senin, 21–25 Agustus 2025, ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk memetakan bahasa, sastra, dan aksara daerah di Indonesia.
Desa Angsana dipilih sebagai titik pengamatan kedua, berdasarkan rekomendasi pakar bahasa nasional seperti Prof. Multamia Lauder (Universitas Indonesia), Prof. Nadra (Universitas Andalas), dan Ni Made Dhanawaty (Universitas Udayana). Kegiatan dilaksanakan di Kantor Desa Angsana dengan melibatkan perangkat desa, ketua RT, serta tetua dan pelaku tradisi setempat.
Hasil pengambilan data menunjukkan bahwa bahasa Sunda menjadi bahasa utama (host language) masyarakat Desa Angsana. Tim juga berhasil menghimpun sejumlah kosakata khas bahasa Sunda yang akan dianalisis menggunakan metode dialektrometri untuk mengetahui variasi dan perbedaannya dengan dialek Sunda di daerah lain. Selain itu, penelitian menemukan bahwa masyarakat setempat masih melestarikan sastra lisan berupa kidung, macasyekh, dan panadaran. Tradisi ini hidup dalam berbagai upacara daur hidup, mulai dari khitanan, pernikahan, hingga ritual panen, yang memperlihatkan keterhubungan erat antara bahasa, sastra, dan budaya lokal.
Kegiatan Peta Kebinekaan tidak hanya dilakukan di Banten, tetapi juga serentak di seluruh Indonesia melalui balai dan kantor bahasa di bawah koordinasi Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Seluruh data yang terkumpul akan dipetakan dan ditampilkan dalam Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra. Lebih lanjut, hasilnya akan dianalisis dengan pendekatan dialektrometri untuk memperlihatkan kekerabatan bahasa-bahasa daerah di Nusantara.
Selama lima tahun ke depan, Kantor Bahasa Provinsi Banten menargetkan pemetaan kebinekaan bahasa, sastra, dan aksara daerah secara bertahap di seluruh wilayah Banten dan DKI Jakarta. Program ini diharapkan menjadi landasan penting dalam upaya pelindungan sekaligus pemodernan bahasa daerah, sehingga warisan budaya takbenda tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.